لام عليكم ورحمة لله وبر كا ته.....
بسم الله
ارحمن الرحيم
Wahai engkau yang telah
melumpuhkan hatiku
Tak
terasa dua tahun aku memendam rasa itu, rasa yang ingin segera kuselesaikan
tanpa harus mengorbankan perasaan aku atau dirimu.
Seperti
yang engkau tahu, aku selalu berusaha menjauh darimu, aku selalu berusaha tidak
acuh padamu.
Saat
di depanmu, aku ingin tetap berlaku dengan normal walau perlu usaha untuk
mencapainya.
Takukah engkau wahai
yang mampu melumpuhkan hatiku?
Entah
mengapa aku dengan mudah berkata “cinta” kepada mereka yang tak kucintai namun
kepadamu, lisan ini seolah terkunci.
Dan
aku merasa beruntung untuk tidak pernah berkata bahwa aku mencintaimu, walau
aku teramat sakit saat mengetahui bahwa aku bukanlah mereka yang engkau cintai
walaupun itu hanya sebagian dari prasangka ku.
Jika
boleh aku beralasan, mungkin aku cuma takut engkau akan menjadi “illah” bagiku,
karena itu aku mencoba untuk mengurung rasa itu jauh ke dalam, mendorong lagi,
dan lagi hingga yang terjadi adalah tolakan-tolakan dan lonjakan yang membuatku
semakin tidak mengerti.
Sakit
hatiku memang saat prasangka ku berbicara bahwa engkau mencintai dia dan tak
ada aku dalam kamus cintamu, sakit memang, sakit terasa dan begitu amat perih.
Namun
1000 kali rasa itu lebih baik saat aku mengerti bahwa senyummu adalah sesuatu
yang berarti bagiku.
Ketentramanmu
adalah buah cinta yang amat teramat mendekap hatiku, dan aku mengerti bahwa aku
harus mengalah.
Wahai engkau yang
melumpuhkan hatiku,
Andai
aku boleh meminta kepada Rabbku, mungkin aku ingin meminta agar Dia membalikkan
sang waktu agar aku mampu mengedit saat-saat pertemuan itu hingga tak ada
tatapan pertama itu yang membuat hati ini terus mengingatmu.
Jarang
aku memandang wanita, namun satu pandangan saja mampu meluluhkan bahkan
melumpuhkan hati ini.
Andai
aku buta, tentu itu lebih baik daripada harus kembali lumpuh seperti ini.
Banyak
lembaran buku yang telah kutelusuri, banyak teman yang telah kumintai pendapat.
Sebagian
mendorongku untuk mengakhiri segala prasangka ku tentangmu..
Tentang
dia karena sebagian prasangka adalah suatu kesalahan,mereka memintaku untuk
membuka tabir lisan ini juga untuk menutup semua rasa prasangkamu terhadapku.
Namun
di titik yang lain ada dorongan yang begitu kuat untuk tetap menahan rasa yang
terlalu awal yang telah tertancap dihati ini dan membukanya saat waktu yang
indah yang telah ditentukan itu (andai itu bukan suatu mimpi).
Wahai engkau yang telah
melumpuhkan hatiku,
Mungkin
aku bukanlah pejantan tangguh yang siap untuk segera menikah denganmu.
Masih
banyak sisi lain hidup ini yang harus ku kelola dan kutata kembali.
Juga
kamu wahai yang telah melumpuhkan hatiku, kamu yang dengan halus menolak diriku
menurut prasangkaku dengan alasan belum saatnya memikirkan itu.
Sungguh
aku tidak ingin menanggung beban ini yang akan berujung ke sebuah kefatalan
kelak jika hati ini tak mampu kutata, juga aku tidak ingin berpacaran denganmu.
Wahai engkau yang telah
melumpuhkan hatiku,
Mungkin
saat ini hatiku milikmu, namun tak akan kuberikan setitik pun saat-saat ini
karena aku telah bertekad dalam diriku bahwa saat-saat indahku hanya akan
kuberikan kepada bidadari-ku nanti.
Wahai engkau yang telah
melumpuhkan hatiku,
Tolong
bantu aku untuk meraih bidadari-ku bila dia bukanlah dirimu.
Wahai engkau yang telah
melumpuhkan hatiku,
Tahukah
kamu betapa saat-saat inilah yang paling kutakutkan dalam diriku,
jika
saja Dia tidak menganugerahi aku dengan setitik rasa malu, tentu aku telah
meminangmu bukan sebagai istriku namun sebagai kekasihku.
Andai
rasa malu itu tidak pernah ada, tentu aku tidak berusaha menjauhimu. Kadang aku
bingung, apakah penjauhan ini merupakan jalan yang terbaik yang berarti harus
mengorbankan ukhuwah diantara kita atau harus mengorbankan iman dan maluku
hanya demi hal yang tampak sepele yang demikian itu.
Aku
yang tidak mengerti …
Ingin
ku meminta kepadamu, sudikah engkau menungguku hingga aku siap dengan tegak
meminangmu dan kau pun siap dengan pinanganku?!
Namun wahai yang telah
melumpuhkan hatiku,
Kadang
aku berpikir semua pasti berlalu dan aku merasa saat-saat ini pun akan segera
berlalu, tetapi ada ketakutan dalam diriku bila aku melupakanmu…
aku
takut tak akan pernah lagi menemukan dirimu dalam diri mereka-mereka yang lain.
Wahai engkau yang telah
melumpuhkan hatiku,
Ijinkan
aku menutup surat ini dan biarkan waktu berbicara tentang takdir antara kita.
Mungkin
nanti saat dimana mungkin kau telah menimang cucu-mu dan aku juga demikian,
mungkin kita akan saling tersenyum bersama mengingat kisah kita yang tragis
ini.
Atau
mungkin saat kita ditakdirkan untuk merajut jalan menuju keindahan sebagian
dari iman, kita akan tersenyum bersama betapa akhirnya kita berbuka setelah
menahan perih rindu yang begitu mengguncang.
Wahai engkau yang telah
melumpuhkan hatiku,
mintalah
kepada Rabb-mu, Rabb-ku, dan Rabb semua manusia akhir yang terbaik terhadap
kisah kita.
Memintalah
kepada-Nya agar iman yang tipis ini mampu bertahan, memintalah kepada-Nya agar
tetap menetapkan malu ini pada tempatnya.
Wahai
engkau yang sekarang kucintai,
semoga
hal yang terjadi ini bukanlah sebuah DOSA.
Bismillah…..Ya Rabbi. . .
Pemilik CINTA sejati
Jikalau cintaku Kau ciptakan untuk dia
Tabahkan hatinya
Teguhkan imannya
Tegarkan dan temanilah dia dlm penantiannya, Jikalau hatiku
Kau ciptakan untuk dia,
Penuhi hatinya dgn kasih-MU
Terangi langkahnya dgn cahaya-MU
Kutitipkan cintaku pada-MU untuknya
Resapkan rinduku pada rindunya
Mekarkan cintaku bersama cintanya
Satukanlah hidupku & hidupnya
Dalam Cinta-Mu..
By: hamba ﷲ
Semoga bermanfa’at, InsyaALLAH….
SALAM UHIBBUKUM FILLAH
Aamiin ya Robbal ‘alamiin
*surat ini sangat berkesan dalam kehidupanku, sekan-akan jejak rekam cintaku terukir di dalamya.
#Yogyakarta, 30 September 2015.
@http://jemmymirdad.blogspot.co.id/2013/11/surat-cinta-seorang-ikhwan.html
0 komentar:
Posting Komentar