BAB II
PEMBAHASAN
1.
Perlukah Tasawuf Dipraktekkan di Era Modern?
Sebelum berbicara
tentang perlukah tasawuf dipraktekkan di era modern, ada baiknya kita merujuk
ke-apa sebenarnya tasawuf itu sendiri. Arti tasawuf dan asal katanya secara
etimologis menjadi perdebatan para ulama ahli bahasa. Sebagian mengatakan bahwa
tasawuf itu diambil dari kata shafa artinya suci bersih. Sebagian lagi
mengatakan bahwa kata tasawuf itu berasal dari kata shuf yang artinya bulu
binatang domba, karena orang-orang yang memasuki dunia tasawuf pada zaman
dahulu sering memakai pakaian dari bulu domba, dan ada juga yang mengatakan
asal katanya dari shuffah yaitu sahabat-sahabat Nabi yang tinggal disalah satu
ruang masjid Nabawi yang bernama sufah, ada pula yang mengatakan berasal dari shaf
yang artinya barisan (pertama) dalam sholat, karena sufi selalu memaksimalkan
perbuatan kesempurnaan disetiap ibadah (sholat). Bahkan ada pula yang
mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari bahasa Yunani yaitu shofia yang
artinya hikmah kebijaksanaan.[2]
Sedangkan secara
terminologis, para ulama juga berbeda pendapat, menurut Ibnu Khaldun, tasawuf
itu adalah semacam ilmu syar’iyah yang timbul kemudian dalam agama. Ada juga
yang berpendapat bahwa tasawuf itu adalah ilmu yang mengkaji segala
upaya/uasaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam rangka mencari keridloan
Allah SWT atau segala bentuk ibadah yang bertujuan mencari keridloan Allah
SWT. Tasawuf merupakan suatu system
latihan dengan penuh kesungguhan untuk membersihkan, mempertinggi dan
memperdalam nilai-nilai kerohanian dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah,
sehingga dengan cara itu, segala konsentrasi seseorang hanya tertuju
kepada-Nya. Oleh karena itulah maka al-Suhrawardi mengatakan bahwa semua
tindakan yang mulia adalah tasawuf.[3]
Era modern yang
terjadi saat ini banyak memberikan kemudahan dalam segala aktifitas sehari-hari
manusia. Bisa dibilang apa yang disebut modernisasi itu seakan menjadi “dewa
penolong” diberbagai hal. Modernisasi telah memberikan kemudahan mulai dari
saat manusia membuka mata di pagi hari pertama hingga malam menutup mata.
Bahkan modernisasi telah membantu manusia sejak dilahirkan di dunia ini.
Di zaman modern
ini dapat dikatakan semua bidang menggunakan teknologi canggih. Hampir semua
aspek kehidupan sudah cenderung menggunakan teknologi canggih. Bahkan istilah high-end technology sudah “mendarah daging” di dalam berbagai
bidang kehidupan manusia. Mulai dari teknologi untuk publik maupun kepentingan
individu. Hasil karya dari teknologi ini secara tidak langsung mempengaruhi
gaya hidup manusia, kenapa? Karena prinsip dasar diciptakannya teknologi adalah
untuk memudahkan kehidupan manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhannya. Hal
ini mendorong manusia untuk merubah gaya hidupnya dari yang sebelumnya serba
manual dan sederhana ke gaya hidup yang instan dan praktis. Hingga ujungnya,
semua ini akan mempengaruhi pola berpikir, dan gaya hidup kita dalam menjalani
hidup.
Kekuatan
modernisasi dengan segala atribut perangkatnya memang sudah membantu manusia
dalam banyak hal. Teman dan saudara jauh tidak lagi terasa jauh, bahka sangat
dekat. Segala hal yang dikonsumsi, baik makanan, pakaian, rumah, kendaraan,
bahkan tempat ibadah saat ini kesemuanya tidak bisa dilepaskan dari corak
modernisasi. Jelmaan modernitas lalu menjelma menjadi gaya hidup adalah sebuah
pilihan dari kemudahan berbagai alat dan perngkat yang dihadirkan di era modern
saat ini.
Saat masuk era
modern ini, manusia akan dapat melakukan banyak hal dengan semudah-mudahnya.
Manusia dapat dengan mudah terhubung dengan “seluruh” manusia di bumi ini,
tanpa mengenal batasan dan perbedaan usia, suku, ras, agama bahkan teritori.
Dengan jaringan kabel atau nrikabel yang ada, masyarakat dunia telah
disambungkan.
Seseorang dengan
gaya hidup modern menangkap ini sebagai peluang, baik itu peluang untuk
kegiatan sosial, peluang untuk bisnis, peluang untuk kegiatan keagamaan,
peluang untuk pendidikan, bahkan peluang untuk mendapatkan pasangan dan
membangun kebahagiaan rumah tangga.
Jika manusia ingin
berperilaku secara modern, maka dipastikan manusia tersebut dapat meringkas
seluruh kehidupannya, baik untuk efisiensi waktu atau tenaga, baik untuk
kegiatan produktif maupun konsumtif. Pada kegiatan produktif, gaya hidup modern
telah menyumbang kekayaan berlimpah kepada banyak orang, kepada banyak
pebisnis, kepada banyak badan usaha, dan juga kepada banyak negara.
Kegiatan produktif
saat disandingkan dengan gaya hidup modern, maka dipastikan akan menghadirkan
kekuatan luar biasa yang meransang kegiatan produktif manusia tersebut
mengembang dan membesar. Kegiatan produktif tersebut tentu saja tidak hanya
dalam bidang bisnis saja.
Begitupun untuk
urusan konsumsi. Saat ini manusia mulai melupakan bagaimana cara pemenuhan
konsumsi yang kuno. Saat ini hampir keseluruhan produk konsumsi, manusia tidak
perlu keluar rumah untuk membelinya. Mulai dari sayuran, makanan, pakaian,
pernik-pernik alat rumah tangga, sepeda motor, mobil, tiket perjalanan, dan
banyak hal lagi. Manusia hanya butuh perangkat modern yang tergenggam erat di
tangan , dengan ketersediaan dana di rekening, maka segala kebutuhan konsumtif
di atas dapat dihadirkan di hadapan , tanpa merepotkan atau mengganggu kegiatan
produktif yang sedang harus manusia kerjakan.
Dengan segala
kemudahan yang dirasakan, tidak bisa dipungkuri modernisasi juga akan
mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Modernisasi tidak selamanya
membuat hidup kita menjadi bahagia. Ketauhilah bahwa kebahagiaan tiap-tiap
sesuatu ialah bila kita merasa ni’mat kesenangan dan kelezatannya, dan
kelezatan itu ialah menurut tabi’at kejadian masing-masing. Maka kelezatan mata
ialah melihat rupa yang indah, keni’matan telinga mendengar suara yang merdu,
demikian pula segala anggota yang lain ditubuh manusia.[4]
Tidak adil rasanya
jika berbagai perangkat modern yang telah menghadirkan kemudahan bagi manusia
dalam banyak hal dianggap sebagai pengganggu. Barangkali manusia sedemikian
lemahnya sehingga segala hal kemudahan yang telah dinikmati di tengah-tengah
suguhan modernitas bahkan dianggap sebagai ancaman.
Akan tetapi
rasanya juga sama-sama tidak adil jika gaya hidup modern kemudian menjelma
menjadikan manusia satu dengan manusia lain semakin berjauhan, karena
konsentrasi kehidupan tidak lagi dengan sesama antar manusia, akan tetapi lebih
terfokus kepada manusia dan perangkat alat-alat modern. Ini adalah ancaman pada
kehidupan sosial manusia.
Barangkali saja
ini terjadi saat titik klimaks dari dua kutub modern dan kuno, saat kedua kutub
ini menjadi bersingkuran. Tidak ada lagi sambang sanak family, karena cukup
berinteraksi dengan telepon atau sofware yang mampu bercengkrama seperti di
hadapannya langsung. Tidak ada lagi menyapa tetangga, karena sudah tidak bisa
ketemu lagi. Jangan bertemu, keluar rumah saja sudah ada dalam mobil.
Sikap hidup yang
mengutamakan materi (materialistik) memperturutkan kesenangan dan kelezatan
syahwat (hedonistik) ingin menguasai semua aspek kehidupyan (totaliteristik)
hanya percaya pada rumus – rumus pengetahuan empiris saja, serta paham hidup
positivistis yang bertumpu pada kemampuan akal pikiran manusia tampak lebih
menguasai manusia yang memegang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di tangan
mereka yang berjiwa dan bermental demikian itu, ilmu pengetahuan dan teknologi
modern memang sangat mengkhawatirkan.[5]
Mereka akan menjadi penyebab
kerusakan di muka bumi, sebagaimana firman Allah SWT :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي
النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan
di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar)” .(QS al-Rum: 41).[6]
Secara praktis
problematika masyarakat modern dapat disebutkan sebagaimana berikut :
Dari sikap mental yang demikian itu kehadiran
ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika
masyarakat modern sebagai berikut ;
1.
Desintegrasi
Ilmu Pengetahuan
Kehidupan moden antara lain ditandai
oleh adanya spesialisasi di bidang ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu
pengetahuan memiliki paradigma sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
Bila seseorang menghadapi masalah, lalu berkonsultasi kepada teolog, ilmuwan,
politisi, psikiater, dan ekonom, misalnya, mereka akan memberi jawaban yang
berbeda-beda dan terkadang saling bertolak belakang. Hal ini pada akhirnya
membingungkan manusia.[7]
2.
Kepribadian yang terpecah (Split personality)
Karena kehidupan
manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering nilai-nilai
spiritual dan berkotak-kotak itu, maka manusianya menjadi pribadi yang terpecah
(split personality). Jika proses keilmuan yang berkembang itu tidak berada di
bawah kendali agama, maka proses kehancuran pribadi manusia akan terns bedalan.
Dengan berlangsungnya proses tersebut. Semua kekuatan yang lebih tinggi untuk
mempertinggi derajat kehidupan manusia menjadi hilang, sehingga bukan hanya
kehidupan kita yang mengalami kemerosotan tetapi juga kecerdasan dan moral
kita.
3.
Penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan teknologi karena terlepas dari
spriritualitas.
Sebagai akibat dari terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari
ikatan spiritual, maka iptek telah disalah gunakan dengan segala implikasi
negatifnya sebagaimana disebutkan diatas. Kemampuan membuat senjata telah diarahkan untuk tujuan menjajah bangsa lain
dan menindas yang lemah. Seperti yang ada kawasan timur tengah, seperti Libya,
Suriah, Palestina, Irak, dan lain sebagainnya.
4.
Pendangkalan iman.
Lebih mengutamakan
keyakinan kepada akal pikiran dari pada keyakinan religius. Akibat lain dari
pola pikiran keilmuan tersebut di atas, khususnya ilmu yang hanya bersifat
empirik menyebabkan manusia dangkal imannya. Ia tidak tersentuh informasi
yangdiberikan wahyu, bahkan informasi yang diberikan wahyu itu menjadi bahan
tertawaan dandianggap tidak ilmiah dan kampungan. Contohnya pornografi dan
budaya hidup liberal menyergap generasi muda.
5.
Pola hubungan materialistik.
Memilih pergaulan atau hubungan yang
saling menguntungkan secara materi. Semangat persaudaraan dan rasa saling
gotong royong yang didasarkan iman sudah tidak nampak lagi, karena imannya
sudah dangkal. Pola hubungan satu dan lainnya ditentukan oleh seberapa jauh
dapat memberikan keuntungan yang bersifat material. Demikian juga penghormatan
yang diberikan atas orang lain banyak diukur oleh sejauh mana orang tersebut
dapat memberikan manfaat secara material. Akibatnya ia menempatkan pertimbangan
material diatas pertimbangan akal sehat, hati nurani, kemanusiaan dan imannya.
6.
Menghalalkan segala cara
Sebagai akibat
lebih jauh dari dangkalnya iman dan pola hidup materialistik, makamanusia
dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara dalam
mencapaitujuan. Jika hal ini terjadi maka terjadilah kerusakan akhlak dalam
segala bidang, baik ekonomi, politik, sosial, dan lain sebagainya.
- Stress dan frustasi.
Jika tujuan tidak tercapai, sering berputus asa bahkan tidak jarang yang
depresi. Kehidupan modern yang demikian kompetitif menyebabkan manusia harus
mengerahkan seluruh pikiran, tenaga dan kemampuan. Mereka terus bekerja dan
bekerja tanpa mengenal batasdan kepuasan. Hasil yang dicapai tak pernah
disyukurinya dan selalu merasa kurang. Apalagi jika usaha atau proyeknya gagal,
maka dengan mudah ia kehilangan pegangan, karena tidak lagi memiliki pegangan
yang kokoh yang berasal dari Tuhan. Mereka hanya berpegang atau bertuhan pada
hal-hal yang bersifat material yang sama sekali tidak dapat membimbingnya.
Akibatnya iastres dan frustasi yang jika hal ini terus berlanjut akan
menjadikan ia gila atau hilang ingatan.
- Kehilangan harga diri dan masa depan.
Jika kontrol nilai agama telah terlepas dari kehidupan,
maka manusia tidak lagi punya harga diri dan masa depan. Terdapat sejumlah
orang yang terjerumus atau salah memilih jalan kehidupan. Masa mudanya
dihabiskan untuk memperturutkan hawa nafsu dan segala daya dan cara telah
ditempuhnya. Namun ada suatu saat dimana ia sudah tua renta, fisiknya sudah
tidak berdaya, tenaganya sudah tidak mendukung dan berbagai kegiatan sudah
tidak dapat ia lakukan. Manusia yang demikian ini merasa kehilangan harga diri
dan masa depannya, kemana ia harus berjalan, ia tidak tahu. Mereka perlu
bantuan dari kekuatan yang berada diluar dirinya, yaitu bantuan Tuhan.[8]
Masyarakat modern mengalami kehampaan dan
ketidakbermaknaan hidup. Keberadaannya tergantung kepada pemilikan dan
penguasaan simbol kekayaan, keinginan mendapatkan harta yang berlimpah
melampaui komitmennya terhadap solidaritas sosial. Hal ini didorong oleh
pandangan, bahwa orang yang banyak harta merupakan manusia unggul.[9]
Berdasarkan penjelasan mengenai problem modernisasi
diatas, sudah jelas bahwa manusia modern membutuhkan sesuatu hal yang bisa
membuat dirinya nyaman dan tentram. Jawabannya
adalah dengan mengikuti ajaran tasawuf. tasawuf sebagai inti ajaran Islam
muncul dengan memberi solusi dan terapi bagi problem manusia dengan cara
mendekatkan diri kepada Allah yang Maha Pencipta.
Kehadiran tasawuf di dunia modern
ini sangat diperlukan, guna membimbing manusia agar tetap merindukan Tuhannya,
dan bisa juga untuk orang-orang yang semula hidupnya glamour dan suka hura-hura
menjadi orang yang asketis (Zuhud pada dunia). Disamping itu juga, tasawuf
modern juga sebagai terapi penyembuhan bagi kegundahan hati dalam merindukan
tuhannya.
Banyak cara yang diajukan para ahli
untuk mengatasi masalah tersebut, dan salah satu cara yang hampir disepakati
para ahli ialah dengan mengembangkan kehidupan yang beraklak dan bertasawuf.
Menurut Husein Nahr, paham sufisme mulai mendapat tempat di kalangan orang
masyarakat termasuk kalangan barat, karena mereka mulai merasakan kekeringan
batin. Mereka mulai mencari-cari dimana sufisme yang dapat menjawab sejumlah
masalah tersebut di atas.
Menurut Komaruddin Hidayat terdapat
tiga tujuan perlunya sufisme dimasyarakatkan pada mereka. Pertama, turut serta
terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi
kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai spiritual. Kedua, memperkenalkan literatur atau
pemahaman tentang aspek esoteris (kebatinan islam), baik terhadap masyarakat
islam yang mulai melupakan maupun non Islam, khususnya terhadap masyarakat
barat. Dalam hal ini Nashr menegaskan “tarikat” atau “jalan rohani” yang biasa
dikenal sebagai tasawuf atau sufisme adalah merupakan dimensi kedalaman dan
kerahasiaan (esoteric) dalam islam, sebagaimana syariat berasal dari Al-Quran
dan Al-Sunnah. Ia menjadi jiwa risalah islam, seperti hati yang ada pada tubuh,
tersembunyi jauh dari pandangan luar. Betatpapun ia tetap merupakan sumber
kehidupan yang paling dalam, yang mengatur seluruh organisme keagamaan dalam
islam.[10]
2. Dimana Letak Urgensitas Tasawuf di Era Modern?
Dalam tasawuf terdapat
prinsip-prinsip positif yang mampu mengembangkan masa depan manusia, seperti
melakukan instropeksi diri (muhasabah)
baik dengan masalah vertikal maupun horizontal, pengosongan jiwa dari
sifat-sifat tercela (takhalli), dan penghiasan diri dengan sifat-sifat mulia
(tahalli). Prinsip-prinsip yang terdapat dalam tasawuf tersebut dapat dijadikan
sebagai sumber gerak, sumber kenormatifan, sumber motivasi, dan sumber nilai
sebagai acuan hidup.
Intisari ajaran tasawuf adalah
bertujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga
seseorang merasa dengan kesadarannya itu berada di hadirat-Nya. Upaya ini
antara lain dilakukan dengan kontemplasi, melepaskan diri dari jeratan dunia
yang senantiasa berubah dan bersifat sementara. Sifat dan pandangan sifistik
ini sangat diperlukan oleh masyarakat modern yang mengalami jiwa yang terpecah,
asalkan pandangan terhadap tujuan hidup tasawuf tidak dilakukan secara ekslusif
dan individual, melaikan berdaya implikatif dalam meresponi berbagai masalah
yang dihadapi.
Dengan adanya bantuan tasawuf ini
maka ilmu pengetahuan satu dan lainnya tidak akan bertabrakan, karena ia berada
dalam satu jalan dan satu tujuan. Hubungan ilmu dan ketuhanan yang diajarkan
agama jelas sekali. Ilmu mempercepat anda sampai ke tujuan, agama menentukan
arah yang dituju. Ilmu menyesuaikan manusia dengan lingkungannya, dan agama
menyesuaikan dengan jati dirinya. Ilmu menjawab pertanyaan yang dimulai dengan
“bagaimana” dan agama menjawab pertanyaan yang diawali dengan “mengapa”. Ilmu
tidak jarang mengeluarkan pikiran pemiliknya, sedangkan agama menenangkan jiwa
pemeluknya yang tulus.[11]
Selanjutnya sikap frustasi bahkan
hilang ingatan alias gila dapat diatasi dengan sikap ridla yang diajarkan dalam
tasawuf, yaitu selalu pasrah dan menerima terhadap segala keputusan Tuhan. Ia
menyadari bahwa Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu adalah Tuhan. Sikap yang
demikian itu diperlukan untuk mengatasi frustasi dan sebagainya.
Sikap materialistik dan hedonistik
yang merajalela dalam kehidupan modern ini dapat diatasi dengan menerapkan
konsep zuhud, yang pada intinya sikap yang tidak mau diperbudak atau
terperangkap oleh pengaruh duniawi. Jika sikap ini telah mantap, maka ia tidak akan
berani menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan. Sebab tujuan yang ingin
dicapai dalam tasawuf adalah menuju Tuhan, maka caranyapun harus ditempuh
dengan cara yang disukai Tuhan.
Demikian juga ajaran uzlah, yaitu
usaha mengasingkan diri dari terperangkap tipu daya keduniaan, dapat pula
digunakan untuk membekali manusia modern agar tidak menjadi sekruft dari mesin
kehidupan, yang tidak tahu lagi arahnya mau dibawa kemana. Konsep ini berusaha
membebaskan manusia dari perangkap-perangkap kehidupan yang memperbudaknya. Ini
tidak berarti seseorang harus menjadi
pertapa. Ia tetap terlihat dalam berbagai kehidupan itu, tetapi ia tetap
mengendalikan aktivitasnya sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan, dan bukan
sebaliknya larutdalam pengaruh keduniaan.
Di balik kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, dunia modern sesungguhnya menyimpan suatu potensi yang dapat
menghancurkan martabat manusia.[12]
Untuk menyelamatkannya perlu tasawuf yang wujud konkretnya dalam akhlak yang
mulia. Menurut jalaluddin Rahmat, sekarang ini di seluruh dunia timbul
kesadaran betapa pentingnya memperhatikan etika dalam pengembangan sains. Di
beberapa negara maju telah didirikan lembaga-lembaga “pengawal moral” untuk
sains. Yang paling terkenal ialah The Institut of Society, Etics and Life
Science di Hasting New York. Kini telah disadari, seperti kata Sir Mac Farlance
Burnet, biolog Australia, bahwa: “sulit bagi seorang ilmuwan eksperimental
mengetahui apa yang tidak boleh diketahui. Ternyata, sains tidak bisa dibiarkan
lepas dari etika, kalau kita tidak ingin senjata makan tuan.”[13]
Di sinilah pentingnya tasawuf
modern, di mana konsep kebenaran ilmu pengetahuan tidak hanya berdasarkan
korespondensi, koherensi dan pragmatisme saja, tapi juga yang bersifat
spiritual-ilahiyah. Artinya sumber ilmu pengetahuan, selain mungkin didapat
melalui akal rasional, dan empiris inderawi (observasi) juga niscaya didapatkan
dan diperkuat melalui petunjuk wahyu (kitab suci), pelajaran sejarah,
latihan-latihan ruhani, penyaksian dan penyingkapan ruhaniyah. Seperti kata
Jalaludin Rumi, seorang sufi agung, kaki rasionalisme semata adalah kaki kayu
yang rapuh untuk meraih ilmu pengetahuan dan kebenaran. Sufisme atau tasawwuf
mengajarkan kita untuk melihat di balik selubung kegelapan yang telah menutupi
sistem-sistem kepercayaan kita.
Terakhir problema masyarakat modern
di atas adalah manusia yang kehilangan masadepannya, merasa kesunyian dan
kehampaan jiwa di tengah-tengah derunya laju kehidupan.Untuk ini ajaran akhlak
tasawuf yang berkenaan dengan ibadah, zikir, taubat dan berdoa menjadi penting,
sehingga ia tetap mempunyai harapan, yaitu bahagia hidup di akhirat nanti. Bagi
orang-orang yang sudah lanjut usia yang dahulu banyak menyimpang hidupnya, akan
terus dibayangi perasaan dosa, jika tidak segera bertaubat. Tasawuf akhlak
memberi kesempatan bagi penyelamatan manusia yang demikian. Itu penting
dilakukan agar ia tidak terperangkap ke dalam praktek kehidupan spiritual yang
menyesatkan, sebagaimana yang akhir-akhir ini banyak berkembang di masyarakat.
Itulah sumbangan positif yang dapat
digali dan dikembangkan dari ajaran tasawuf akhlak. Untuk itu, dalam mengatasi
problematika masyarakat modern saat ini, akhlak tasawuf harus dijadikan
alternatif terpenting. Ajaran akhlak tasawuf perlu disuntikkan ke dalam seluruh
konsep kehidupan. Ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial, polotik, kebudayaan dan
lain sebagainya perlu dilandasi ajaran akhlak tasawuf. Dan inilah harapan kita.[14]
3. Bagaimanakah Bentuk Aplikasi Tasawuf di Era Modern yang
dipandang Relevan?
Cara pengamalan tasawuf di era
modern ini sudah berbeda dengan pengamalan tasawuf di era sebelumnya, pada masa
sebelumnya tasawuf diamalkan dengan cara mendirikan tarikat” yang berbeda
pendapat antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan tasawuf pada saat ini yaitu
pada saat era modern lebih menekankan terhadap akhlak.
Tasawuf
pada dasarnya merupakan jalan atau cara yang ditempuh oleh seseorang untuk
mengetahui tingkah laku nafsu dan sifat-sifat nafsu, baik yang buruk maupun
yang terpuji. Karena itu kedudukan tasawuf dalam Islam diakui sebagai ilmu
agama yang berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan
substansi Islam. Dimana secara filsafat sufisme itu lahir dari salah satu komponen
dasar agama islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Kalau iman melahirkan ilmu teologi
(kalam), Islam melahirkan ilmu syari’at, maka ihsan melahirkan ilmu akhlaq atau
tasawuf. (Amin Syukur, 2002:112).
Meskipun dalam ilmu pengetahuan
wacana tasawuf tidak diakui karena sifatnya yang Adi Kodrati, namun
eksistensinya di tengah-tengah masyarakat membuktikan bahwa tasawuf adalah
bagian tersendiri dari suatu kehidupan masyarakat; sebagai sebuah pergerakan,
keyakinan agama, organisasi, jaringan bahkan penyembuhan atau terapi.
Tasawuf atau sufisme diakui dalam sejarah
telah berpengaruh besar atas kehidupan moral dan spiritual Islam sepanjang ribuan
tahun yang silam. Selama kurun waktu itu tasawuf begitu lekat dengan dinamika kehidupan masyarakat
luas, bukan sebatas kelompok kecil yang eksklusif dan terisolasi dari dunia luar.
Maka kehadiran tasawuf di dunia modern ini sangat diperlukan, guna membimbing manusia
agar tetap merindukan Tuhannya, dan bisa juga untuk orang-orang yang semula hidupnya
glamour dan suka hura-hura menjadi orang yang asketis (Zuhudpadadunia). Proses
modernisasi yang makin meluas di abad modern kini telah mengantarkan hidup manusia
menjadi lebih materealistik dan individualistic. Perkembangan industrialisasi dan
ekonomi yang demikian pesat, telah menempatkan manusia modern ini menjadi manusia
yang tidak lagi memiliki pribadi yang merdeka, hidup mereka sudah diatur oleh otomatisasi
mesin yang serba mekanis, sehingga kegiatan sehari-hari pun sudah terjebak oleh
alur rutinitas yang menjemukan. Akibatnya manusia sudah tidak acuh lagi, kalau peran
agama menjadi semakin tergeser oleh kepentingan materi duniawi.
Menurut Amin Syukur, tasawuf bagi manusia sekarang ini, sebaiknya lebih
ditekankan pada tasawuf sebagai akhlak, yaitu ajaran-ajaran mengenai moral yang
hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan
optimal. Tasawuf perilaku baik, memiliki etika dan sopan santun baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun terhadap Tuhannya.
POKOK-POKOK
AJARAN TASAWUF YANG DIPANDANG PENTING DAN RELEFAN UNTUK DIAMALKAN PADA ERA
MODERN SAAT INI
A. Tasawuf Akhlaq
Sikap istimewa kaum sufi adalah
dalam memberikan makna terhadap institusi-institusi Islam ajaran Agama Islam
mereka pandang dari dua aspek, yaitu aspek lahiriyah (luar) dan aspek
bathiniyah (dalam). Pendalaman dan pengamalan aspek “dalamnya” adalah yang
paling utama tanpa mengabaikan aspek “luarnya” yang dimotifasikan untuk
embersihkan jiwa. Tanggapan perenungan mereka lebih berorientsi pada aspek
“dalam”, yaitu cara hidup yang lebih mengutamakan rasa dan rencana, lebih
mementigkan keagungan tuhandan bebas dari egoisme. Sebagai perilaku perorangan
yang terbaik dalam mengontrol diri, kesetiaan dan realisasi kehadiran Tuhan
yang tetap dalam segala peilaku dan perasaan seseorang.
Bagian terpenting dari tujuan
tasawuf adalah memperoleh hubungan lansung dengan tuhan, sehingga merasa dan
sadar berada di “hadirat” Tuhan. Keberadaan itu dirasakn sebagai nikmat dan
kebahagiaan yang hakiki.
Sufisme perlu dimasyarakatkan pada
kehidupan modern yang sekarang karena terdapat 3 (tiga) tujuan penting, yaitu:
1.
Turut serta berperan menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan
akibat hilangnya nilai-nilai spiritual.
2.
Memperkenalkan literature atau pemahaman tentang aspek esoterik
(kebatinan) Islam, baik terhadap masyarakat Muslim yang mulai melupakannya maupun
non Muslim.
3.
Untuk menegaskan kembali, bahwa aspek esoterik Islam, yakni sufisme
merupakan jantung dari ajaran Islam sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut,
maka keringlah aspek-aspek lain ajaran Islam.
Tasawuf sekarang ini dibutuhkan
untuk memperbaiki akhlak seseorang sebagai pembentuk diri dalam hal spiritual,
sikap mental dan perbuatan luhur yang sangat penting diisikan ke hati mereka
dan dibiasakan dalam perbuatan untuk pembentukan manusia paripurna, antara lain
:
a. At-taubah
Menurut Qamar kailany dalam bukunya
“Fi at-tasawuf al-Islami” yang dimaksud taubat adalah: rasa penyesalan yang
sungguh-sungguh dalam hati dengan disertai permohonan ampun serta meninggalkan
segala perbuatan yang dapat menimbulkan dosa”. Tekanan dan penyesalan itu
adalah terhadap seluruh aspek kehidupan kecuali Allah.
Oleh karena itu, arti taubat itu
diperdalam, yaitu melupakan segala sesuatu kecuali Allah. Hanya Allah yang ada
dalam ingatan dan jiwanya, itulah taubat.
b. Cemas dan harap
Sikap mental rasa cemas dan harap,
atau yang dalam sitilah tasawuf khouf dan raja’, adalah salah satu ajaran
tasawuf yang selalu dikaitkan kepada hasan basri. Karena, secara hitoris memang
dialah yang pertama kali memunculkan ajaran ini sebagai ciri kehidupan sufi.
Dengan adanya rasa takut ini akan
menjadi pendorong bagi seseorang untuk mempertinggi nilai dan kadar
pengabdiannya dengan harap (raja’), amunan dan anugerah Allah, oleh karena itu
ajaran khouf dan raja’ ini adalah sikap mental yang bersifat introspeksi, mawas
diri dan selalu memikirkan kehidupan yang akan datang yaitu kehidupan yang
abadi.
c. Az-zuhud
Sesuai dengan pandangan sufi, abhwa
hawa nafsu duniawilah yang menjadi sumber kerusakan moral manusia. Sikap
kecenderungan seseorang kepada hawa nafsunya, mengakibatkan kebrutalan tindakan
manusia dalam mengejar kepuasan nafsunya. Dorongan jiwa yang ingin menikmati
kehidupan duniawi akan menimbulkan kesenjangan manusia dengan Allah. Agar
manusia terbebas dari godaan dan pengaruh hawa nafsunya, manusia harus bersikap
hati-hatiterhadap dunia. Manusia haruslah zuhud terhadap dunia, yaitu
meninggalkan kehidupan duniawi dan melepaskan diri dari pengaruh materi.
d. Al-faqr
Kata ini berarti tidak menuntut
lebih banyak dari apa yang telah dipunyai. Merasa puas dan bahagia dengan apa
yang sudah dimilikinya. Sehingga tidak meminta sesuatu yang lain walaupun
sesuatu itu belum dimiliki.(Al-kalabazi : 114). Sikap mental faqir ini
merupakan benteng pertahanan yang kuat dalam menghadapi pengaruh kehidupan
materi. Sebab, apabila sikap mental ini dimiliki, akan menghindarkan seseorang
dari keserakahan. Orang tdak akan berbuat nekatwalaupun tidak punya, karena
sudah merasa puas akan apa yang telah ia dapatkan. Dengan demikian, pada
prinsipnya sikap mental faqir ini merupakan rentetan dari sikap zuhud. hannya
saja zuhud lebih keras menghadapi kehidupan duniawi, sedangkan faqir hanya
sekedar pendisiplinan diri dalam mencari dan memanfaatkan fasilitas diri dalam
mencari dan memanfaatkan fasiltas hidup dalam kehidupan.
e. As-shobru
Salah satu sikap yang fundamental
bagi sufi dalam usahanya mencapai sasaran, adalah sabar. Sabar mereka artikan
sebagai satu keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekwendalam pendirian.
Jiwanya tidak tergoyahkan , pendiriannya tidak lebih walau bagaimanapun
beratnya tantangan yang dihadapi. Pantang mundur dan tak kenal menyerah, karena
sufi beranggapan bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan irodah Tuhan dan
mengandung uian. (Qomar kailani : 34).
Sikap mental sabar diperlukan dalam
segala situasi dan sepanjang waktu. Waktu senang juga diperlukan kesabaran agar
tidak sombong dan lupa daratan. Pada saat susah, kesabaran tetap dibutuhkan
agar tidak bergeser dari prinsip yang dipedomani. Agaimanapun pahitnya
kehidupan yang dialami, ketetapan hati harus dipertahankan. Itulah yang
dikehendaki sikap mental sabar.
f. Ridho
Sikap mental ridho adalah kelanjutan
dari rasa cinta atau perpaduan dari mahabbah dan sabar. Term ini mengandung
pegertian menerima dengan lapang dada dan hati terbuka apa saja yang ada dari
Allah, baik dalam menerima serta melaksa nakan
ketentuan-ketentuan agama maupun yang berkenaan dengan masalah nasib dirinya.
Dengan tumbuhnya rasa cinta yang
diperkuat dengan ketabahan hati, maka terbinalah kelapangan hati dan kesediaan
yang tulus untuk berkorban, berbuat apa saja yang diperintahkan oleh yang
dicintainya.
g. Muroqabah
Seorang calon sufi sejak awal sudah
diajarkan kepadanya bahwa ia tidak pernah lepas dari pengawasan Allah.
Sebaliknya, seluruh aktivitas hidupnya ditujukan untuk mendapat berada sedekat
mungkin dengan Allah. Ia tahu dan sadar bahwa Allah “memandang” kepadanya, maka
kesadaran itu membawanya kepada satu sikap mawas diri atau muroqobah kata ini
mempunyai arti yang mirip dengan introspeksi diri. Dengan kalimat yang lebih
populer muroqobah dapat dikatakan adalah setiap saat siap dan siaga meneliti
keadaan diri sendiri.
Kecerdasan
rohaniah mampu membekalkan semangat, kekentalan, kesabaran, keikhlasan,
kejujuran, integriti, dsb. Seseorang yang merasakan dirinya dekat dengan Tuhan
akan sentiasa berbuat baik, berbakti kepada masyarakat demi mencapai keridhaan
Sang Kekasih dan mengharapkan ganjaran-Nya di akhirat kelak. Kecerdasan
rohaniah menghasilkan taqwa (self-restrain) yang dapat menghalang seseorang
Muslim daripada melakukan perbuatan maksiat, jahat dan tercela walaupun tiada
pengawasan dan kawalan luaran.
Tasawuf tidak memundurkan seseorang.
Seseorang yang dekat dengan Allah Swt. adalah orang yang banyak berbuat dan
bukan hanya berharap. Ungkapan yang menggambarkan keperibadian para sahabat di
zaman Rasulullah s.a.w. adalah mereka itu seperti para rahib di waktu malam dan
pasukan berkuda pada waktu siang “ruhbanun fi al-layl wa fursanun bi al-nahar.”
Inilah gambaran sebenar seorang Muslim yang benar-benar mengikuti ajaran Islam.
Seorang yang dekat dengan Tuhan tetapi juga seorang yang beraksi dan bukan
hanya penonton. Seorang Muslim sejati adalah yang memainkan peranan sebagai
aktivis, reformis, pengurus, pentadbir, pemikir, pendidik dsb. Mereka adalah
golongan yang dirasakan akan kehadiran mereka oleh umat ini dan merasa
kehilangan dengan ketiadaan mereka.
Jadi tasawuf modern ini, lebih
mengutamakan ihsan yang bersifat konkret yang menyentuh langsung dengan
kehidupan social kemasyarakatan, bukan dengan sesuatu yang bersifat abstrak,
karena ibadah itu adalah hal yang wajib bagi setiap hamba, tetapi hanya
menyangkut hubungan seseorang dengan sangg khalik yang tentunya tidak berdampak
apa-apa bagi orang lain, sebab itu hanyalah untuk kebahaggiaan akhirat saja.
Sedangkan dalam tasawuf modern, harus ada keseimbangan antara dunia dengan
akhirat, sehingga akan tercapailah apa yang dinamakan dengan kebahagiaan dunia
dan kebahagiaan akhirat.[15]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadi, fungsi tasawuf
dalam kehidupan sehari-hari pada era modern ini ialah membentuk kepribadian
diri yang sholih serta berperilaku mulia dan ibadahnya berkualitas. Dalam kehidupan
modern, tasawuf menjadi obat yang mengatasi krisis kerohanian manusia modern
yang telah lepas dari pusat dirinya, sehingga ia tidak mengenal lagi siapa dirinya,
arti dan tujuan dari hidupnya.
B. Saran
Kami menyadari bahwa
didalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu demi pemahaman kita
bersama, mari kita membaca dari buku-buku lain yang bisa menambah ilmu dan
pengetahuan kita tentang tasawuf di era modern dan kami sangat mengharapkan
kritik maupun saran yang sifatnya membangun, dari Dosen Pembimbing dan para
pembaca agar untuk berikutnya makalah ini bisa lebih baik lagi.
C. Penutup
Dengan mengucap alhamdu
lillaahi robbil’alamiin, kami selaku penyusun memanjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT. Atas segala nikmat dan karunia-Nya hingga dapat terselesaikan
penulisan makalah ini. Semoga yang sedikit ini dapat bermanfaat khususnya bagi
kami dan bagi yang membaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Al Quraan dan Terjemahnya, (Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Quraan)
Syukur, Amin. Tasawuf
Kontekstual:Problem Manusia Modern, Pustaka Pelajar:Yogyakarta, 2003
Hamka, Tasauf Modern, Pustaka
Panjimas, Jakarta Tahun : 1990.
Kuntowijoyo, Paradigma Islam
Interprestasi unutk Aksi, Bandung: Mizan, 1991.
Nashr , Husein, Tasawuf Dulu dan
Sekarang, (terj.) Abdul Hadi W.M., dari judul asli, Living Sufisme, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1985.
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf,
Jakarta Utara: Rajawali Press, 2011.
Said, Usman, Pengantar Ilmu
Tasawuf, Medan: IAIN Sumatera Utara, 1982.
Syukur, M. Amin, Menggugat
Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999
http://ahmadfauzinasutionpemulungilmu.blogspot.co.id/2013/05/pentingnya-tasawuf-bagi-masyarakat.html
diakses hari jumat 25 september pukul 05:36
http://adeebe.blogspot.com/2014/11/tasawuf-dan-akhlaq-di-era-modern.html
diakses pada hari Rabu tanggal 8 September 2015 pukul 10:15
http://gudangmakalh.blogspot.co.id/2012/04/tasawuf-di-era-modern.html
diakses hari minggu tanggal 20 september 2015 pukul 21:35 wib http://isiotakerudon.blogspot.co.id/2013/12/problematika-masyarakat-modern-dan.html
diakses pada hari Kamis, 22 September 2015 pukul 23:41 WIB
[1] http://gudangmakalh.blogspot.co.id/2012/04/tasawuf-di-era-modern.html
diakses hari minggu tanggal 20 september 2015 pukul 21:35 wib
[3] M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial
Abad 21, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999,
hlm. 18.
[5]
Moh. Al-Badir, Ilmu dan Persepektif Tasawuf (Jakarta: Kharisma, 1996), hlm. 10
[6] Al
Quraan dan Terjemahnya, (Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al
Quraan) hlm. 647
[7] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta Utara: Rajawali Press, 2011),
cetakan ke-10, hlm. 289-290.
[8] :
http://adeebe.blogspot.com/2014/11/tasawuf-dan-akhlaq-di-era-modern.html
diakses pada hari Rabu tanggal 8 September 2015 pukul 10:15
[10] Husein
Nashr, Tasawuf Dulu dan Sekarang, (terj.) Abdul Hadi W.M., dari judul
asli, Living Sufisme, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985), cet.I, hlm.181; Lihat
pula, Ideals and Realities of Islam, hlm.121
[11] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, (Bandung: Mizan, 1996),
cet.III, hlm.376-377.
[12] Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interprestasi unutk Aksi, (Bandung:
Mizan, 1991), cet.I, hlm.159.
[14] http://isiotakerudon.blogspot.co.id/2013/12/problematika-masyarakat-modern-dan.html diakses pada hari Kamis, 22 September 2015
pukul 23:41 WIB
[15] [15] http://ahmadfauzinasutionpemulungilmu.blogspot.co.id/2013/05/pentingnya-tasawuf-bagi-masyarakat.html
diakses hari jumat 25 september pukul 05:36
Izin copas yaa..🤗
BalasHapus