Ayat-Ayat Mengenai Pewaris dan Dasar Hukum Waris









Penjelasan Ayat-Ayat Mengenai Pewaris dan Dasar Hukum Mewaris
Assalamu’alaikum sobat…!
Kali ini, saya akan diuraikan penjelasan mengenai ayat-ayat yang berkaitan dengan Hukum Waris yang ada dalam Al-Qur’an. Ok! Langsung saja kita mulai. Bismillahirrahmanirrahiim 
1.    QS. An-Nisaa (4): 7, 11, 12, 33, 176.  (Karena hubungan darah)
لِّلرِّجَالِ نَصيِبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاء نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيباً مَّفْرُوضاً –٧-
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta yang ditinggalkan ibu-bapak dan orang-orang terdekat, dan bagi wanita ada hak bagian dari harta yang ditinggalkan ibu-bapak dan orang-orang terdekat, baik sedikit ataupun banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan.” (QS. IV: 7)
Lir rijāli nashībum mimmā tarakal wālidāni wal aqrabūna (bagi laki-laki ada hak bagian dari harta yang ditinggalkan ibu-bapak dan orang-orang terdekat), yakni yang mempunyai hubungan kekerabatan.
Wa lin nisā-i nashībum mimmā tarakal wālidāni wal aqrabūna (dan bagi wanita ada hak bagian dari harta yang ditinggalkan ibu-bapak dan orang-orang terdekat), yakni yang mempunyai hubungan kekerabatan.
Mimmā qalla minhu au katsura (baik sedikit ataupun banyak), yakni baik harta warisan itu sedikit ataupun banyak.
Nashībam mafrūdlā (menurut bagian yang telah ditetapkan), yakni bagian yang telah ditentukan, baik sedikit ataupun banyak.
Pada ayat selanjutnya barulah Allah Menjelaskan jumlah (bagian laki-laki dan atau perempuan). Ayat ini berhubungan dengan Ummu Kuhah dan anak perempuannya. Mereka berdua memiliki seorang paman yang tidak memberikan bagian warisan apapun kepada mereka.
يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ فَإِن كُنَّ نِسَاء فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأُمِّهِ السُّدُسُ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَآؤُكُمْ وَأَبناؤُكُمْ لاَ تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعاً فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيما حَكِيماً -١١-
“Allah Memerintahkan kalian tentang anak-anak kalian, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika ia seorang saja, maka ia memperoleh setengah. Dan untuk ibu-bapak, masing-masing memperoleh seperenam dari apa yang ditinggalkan, jika dia mempunyai anak. Namun, jika dia tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam, sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tua kalian dan anak-anak kalian, kalian tidak tahu siapa di antara mereka yang lebih dekat manfaatnya bagi kalian. Inilah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Yūshīkumullāhu (Allah Memerintahkan kalian), yakni Allah Ta‘ala Menjelaskan kepada kalian.
Fī aulādikum (tentang anak-anak kalian), yakni tentang warisan untuk anak-anak kalian sesudah kalian mati.
Lidz dzakari mits-lu hazh-zhil uηtsayaini (yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan).
Fa ing kunna nisā-an  (jika anak itu semuanya perempuan), yakni anak-anak perempuan dari keturunannya (bukan anak tiri).
Fauqats-nataini (lebih dari dua), yakni dua orang anak perempuan atau lebih.
Fa lahunna tsulutsā mā taraka (maka bagi mereka dua pertiga dari apa yang ditinggalkan), yakni dari harta peninggalan.
Wa ing kānat (dan jika ia), yakni anak perempuan itu.
Wāhidataη fa lahan nishf (seorang saja, maka ia memperoleh setengah), yakni setengah harta peninggalan.
Wa li abawaihi li kulli wāhidim minhumās sudusu mimmā taraka (dan untuk ibu-bapak, masing-masing memperoleh seperenam dari apa yang ditinggalkan), yakni dari harta peninggalan.
Ing kāna lahū (jika dia mempunyai), yakni jika yang meninggal mempunyai.
Waladun (anak) laki-laki ataupun perempuan.
Fa il lam yakul lahū (namun, jika dia tidak mempunyai), yakni jika yang meninggal tidak mempunyai ….
Waladun (anak) laki-laki ataupun anak perempuan.
Wa waritsahū abawāhu fa li ummihits tsulutsu (dan dia diwarisi oleh ibu-bapaknya [saja], maka ibunya mendapat sepertiga), sedangkan sisanya untuk bapak si mati.
Fa ing kāna lahū (jika dia mempunyai), yakni jika yang meninggal mempunyai.
Ikhwatun (beberapa saudara) baik yang seibu-sebapak, sebapak saja, atau seibu saja.
Fa li ummihis sudusu mim ba‘di washiyyatiy yūshī bihā au daīn (maka ibunya mendapat seperenam, sesudah dipenuhi wasiat yang dia buat atau [dan] sesudah utangnya dilunasi), yakni sesudah semua utang si mayat dilunasi dan wasiatnya dilaksanakan dengan batas maksimal sepertiga.
Ābā-ukum wa abnā-ukum lā tadrūna ([tentang] orang-tua kalian dan anak-anak kalian, kalian tidak tahu) ketika di dunia.
Ayyuhum aq-rabu lakum naf‘ā (siapa di antara mereka yang lebih dekat manfaatnya bagi kalian), yakni lebih tinggi kedudukannya di akhirat.
Farīdlatam minallāh (inilah Ketetapan dari Allah) berkenaan dengan pembagian harta peninggalan.
Innallāha kāna ‘alīman (sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) perihal pembagian harta peninggalan.
Hakīmā (lagi Maha Bijaksana) berkenaan dengan Penjelasan-Nya tentang bagian laki-laki dan perempuan.
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلاَلَةً أَو امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ فَإِن كَانُوَاْ أَكْثَرَ مِن ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاء فِي الثُّلُثِ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَآرٍّ وَصِيَّةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ -١٢-
“Dan bagi kalian (para suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kalian, jika mereka tidak mempunyai anak. Namun, jika istri-istri kalian itu mempunyai anak, maka kalian mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dilunasi utangnya. Dan para istri memperoleh seperempat dari apa yang kalian tinggalkan, jika kalian tidak mempunyai anak. Namun, jika kalian mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari apa yang kalian tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kalian buat atau (dan) sesudah dilunasi utang-utang kalian. Dan jika dia (orang yang meninggal) itu laki-laki ataupun perempuan yang diwarisi oleh kalālah, tetapi dia mempunyai seorang saudara laki-laki atau seorang saudara perempuan, maka masing-masing dari kedua saudara itu mendapat seperenam. Namun, jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam bagian yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau sesudah dilunasi utangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). Inilah Kewajiban dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”
Wa lakum nishfu mā taraka azwājukum (dan bagi kalian [para suami] seperdua dari apa yang ditinggalkan oleh istri-istri kalian), yakni dari harta peninggalan (istri-istri kalian).
Il lam yakul lahunna waladun (jika mereka tidak mempunyai anak) laki-laki atau anak perempuan, baik anak dari kalian ataupun bukan.
Fa ing kāna lahunna waladun (namun, jika istri-istri kalian itu mempunyai anak) laki-laki atau anak perempuan, baik anak dari kalian ataupun bukan.
Fa lakumur rubu‘u mimmā tarakna (maka kalian mendapat seperempat dari apa yang ditinggalkannya), yakni dari harta peninggalan istri kalian.
Mim ba‘di washiyyatiy yūshīna bihā au daīn (sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dilunasi utangnya), yakni sesudah semua utang mereka dilunasi, dan wasiatnya dilaksanakan dengan batas maksimal sepertiga.
Wa lahunnar rubu‘u mimmā taraktum (dan para istri memperoleh seperem-pat dari apa yang kalian tinggalkan), yakni dari harta yang kalian tinggalkan.
Il lam yakul lakum waladun (jika kalian tidak mempunyai anak) laki-laki atau anak perempuan, baik anak dari mereka ataupun bukan.
Fa ing kāna lakum waladun (namun, jika kalian mempunyai anak) laki-laki atau anak perempuan, baik anak dari mereka ataupun bukan.
Fa lahunnats tsumunu mimmā taraktum (maka para istri memperoleh seperdelapan dari apa yang kalian tinggalkan), yakni dari harta yang kalian tinggalkan.
Mim ba‘di washiyyatiη tūshūna bihā au daīn (sesudah dipenuhi wasiat yang kalian buat atau [dan] sesudah dibayar utang-utang kalian), yakni sesudah semua utang kalian dilunasi, dan wasiat yang kalian buat dilaksanakan dengan batas maksimal sepertiga.
Wa ing kāna rajulun (dan jika dia [orang yang meninggal] itu laki-laki) yang tidak mempunyai anak dan ayah, dan tidak pula mempunyai kerabat dari anak ataupun ayah.
Yūratsu kalālatan (yang diwarisi oleh kalālah), yakni yang menjadi ahli warisnya adalah kalālah. Yang dimaksud kalālah adalah saudara laki-laki atau saudara perempuan seibu.
Awimra-atun (atau perempuan), yakni perempuan yang hanya meninggalkan kalālah. Ada yang berpendapat bahwa kalālah adalah ahli waris selain anak dan ayah. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa kalālah adalah harta yang tidak diwarisi oleh ayah dan anak.
Wa lahū (tetapi dia mempunyai), yakni orang yang meninggal itu mempunyai.
Akhun au ukhtun (seorang saudara laki-laki atau seorang saudara perempuan), yakni saudara laki-laki seibu atau saudara perempuan seibu.
Fa li kulli wāhidim minhumas sudusu fa ing kānū ak-tsara miη dzālika fa hum syurakā-u fits tsulutsi (maka masing-masing dari kedua saudara itu mendapat seperenam. Namun, jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam bagian yang sepertiga itu). Untuk ketentuan ini, laki-laki dan perempuan sama besarnya.
Mim ba‘di washiyyatiy yūshā bihā au dainin (sesudah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau sesudah dibayar utangnya), yakni sesudah semua utangnya dilunasi, dan wasiat yang ia buat dilaksanakan dengan batas maksimal sepertiga.
Ghaira mudlārrin (dengan tidak memberi mudarat) kepada para ahli waris, dengan melaksanakan wasiat yang lebih dari sepertiga.
Washiyyatam minallāh ([inilah] Kewajiban dari Allah), yakni inilah Ketentuan dari Allah Ta‘ala untuk kalian perihal pembagian harta peninggalan.
Wallāhu ‘alīmun (dan Allah Maha Mengetahui) hal ihwal pembagian harta peninggalan.
Halīm (lagi Maha Penyantun) dengan tidak segera menimpakan hukuman kepada kalian berkaitan dengan kejahilan dan perilaku khianat yang terjadi di antara kalian dalam hal pembagian harta peninggalan.
وَلِكُلٍّ جَعَلْنَا مَوَالِيَ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأَقْرَبُونَ وَالَّذِينَ عَقَدَتْ أَيْمَانُكُمْ فَآتُوهُمْ نَصِيبَهُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيداً -٣٣-
“Bagi tiap-tiap (orang) Kami Jadikan sebagai pewaris dari apa yang ditinggalkan ibu-bapak dan karib kerabat. Dan (jika ada) orang-orang yang telah kalian kukuhkan dengan sumpah-sumpah kalian, maka berilah mereka bagiannya. Sesungguhnya Allah Menyaksikan segala sesuatu.”
Wa li kullin (dan bagi tiap-tiap [orang]), yakni bagi setiap orang.
Ja‘alnā (Kami Jadikan), yakni Kami Jadikan di antara kalian.
Mawāliya (sebagai pewaris), yakni para ahli waris yang dapat mewarisi.
Mimmā tarakal wālidāni (dari apa yang ditinggalkan ibu-bapak), yakni harta benda.
Wal aqrabūn (dan karib kerabat) yakni (orang-orang yang terdekat) hubungan rahimnya.
Wal ladzīna ‘aqadat aimānukum (dan [jika ada] orang-orang yang telah kalian kukuhkan dengan sumpah-sumpah kalian), yakni yang telah kalian kukuhkan berdasarkan syarat-syarat yang kalian buat.
Fa ātūhum nashībahum (maka berilah mereka bagiannya), yakni berikanlah bagian mereka sesuai dengan kesepakatan yang kamu buat. Namun sekarang, ketentuan ini telah dinasakh. Pada masa jahiliah, orang-orang biasa mengadopsi seorang anak, kemudian menetapkan bagian harta untuk mereka sebagaimana untuk anak (kandung). Allah Ta‘ala Menasakh kebiasaan seperti itu, tetapi tidak menasakh kebolehan memberi bagian sepertiga (melalui jalan wasiat) bagi seorang anak angkat.
Innallāha ‘alā kulli syai-in (sesungguhnya Allah terhadap segala sesuatu), yakni amal-amal kalian.
Syahīdā (Menyaksikan), yakni Mengetahui.
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلاَلَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ فَإِن كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ وَإِن كَانُواْ إِخْوَةً رِّجَالاً وَنِسَاء فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ أَن تَضِلُّواْ وَاللّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ -١٧٦-
“Mereka meminta fatwa kepadamu. Katakanlah, “Allah Memberi fatwa kepada kalian tentang kalālah. Jika seseorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak, tapi mempunyai saudara perempuan, maka saudaranya yang perempuan itu mendapatkan seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak. Namun, jika saudara perempuan itu dua orang, maka keduanya mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkannya. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagi seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah Menerangkan (hukum ini) kepada kalian supaya kalian tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Yastaftūnak (mereka meminta fatwa kepadamu), yakni mereka bertanya kepadamu, hai Muhammad! Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Jabir bin ‘Abdillah al-Anshari yang bertanya kepada Nabi Saw., “Saya hanya mempunyai seorang saudara perempuan. Apa yang akan saya peroleh darinya, kalau dia wafat?” Sehubungan dengan pertanyaan inilah Allah Ta‘ala Berfirman, “Mereka bertanya kepadamu, hai Muhammad, perihal hukum waris kalālah “.
Qulillāhu yuftīkum (katakanlah, “Allah Memberi fatwa kepada kalian), yakni Allah Ta‘ala akan Menjelaskan kepada kalian.
Fil kalālah (tentang kalālah), yakni tentang hukum waris kalālah. Yang dimaksud dengan kalālah ialah selain anak dan ayah. Lalu Allah Ta‘ala Berfirman:
Inimru-un halaka (jika seseorang meninggal dunia), yakni mati.
Laisa lahū waladun (dan ia tidak mempunyai anak) dan tidak pula ayah.
Wa lahū ukhtun (tapi mempunyai saudara perempuan) seibu-sebapak atau sebapak.
Fa lahā nishfu mā taraka (maka saudaranya yang perempuan itu mendapatkan seperdua dari apa yang ditinggalkannya), yakni dari harta yang ditinggalkan si mati.
Wa huwa yaritsuhā (dan saudaranya yang laki-laki mewarisi [seluruh harta saudara perempuan]), yakni jika saudara perempuan yang mati.
Il lam yakul lahā waladun (jika ia tidak mempunyai anak) laki-laki ataupun perempuan.
Fa ing kānatats-nataini (namun, jika saudara perempuan itu dua orang), yakni dua orang saudara perempuan seibu-sebapak atau sebapak.
Fa lahumats tsulutsāni mimmā tarak (maka keduanya mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkannya), yakni dari harta yang ditinggalkan si mati.
Wa ing kānū ikhwatar rijālaw wa nisā-an (dan jika mereka [ahli waris itu terdiri dari] saudara-saudara laki-laki dan perempuan), yakni saudara laki-laki dan perempuan seibu-sebapak atau saudara sebapak.
Fa lidz dzakari mitslu hazh-zhil uηtsayaīn, yubayyinullāhu lakum (maka bagi seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah Menerangkan [hukum ini] kepada kalian), yakni menerangkan pembagian harta waris.
Aη tadlil-lū (supaya kalian tidak sesat), yakni supaya kalian tidak keliru dalam membagikan harta waris.
Wallāhu bi kulli syai-in (dan Allah terhadap segala sesuatu), termasuk pembagian harta waris dan selainnya.
‘Alīm (Maha Mengetahui”).
2.      QS. Al-Ahzab (33): 6 (Hubungan persaudaraan, karena agama yang ditentukan bagiannya tidak lebih dari sepertiga harta pewaris)
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ وَأُوْلُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَن تَفْعَلُوا إِلَى أَوْلِيَائِكُم مَّعْرُوفاً كَانَ ذَلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُوراً -٦-
“Nabi lebih utama bagi orang-orang Mukmin daripada diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang punya hubungan darah, sebagian mereka lebih utama atas sebagian lainnya di dalam Kitab Allah daripada orang-orang Mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kalian mau berbuat baik kepada saudara-saudara kalian. Yang demikian itu tertulis di dalam al-Kitab.
An-nabiyyu aulā bil mu’minīna (Nabi lebih utama bagi orang-orang Muk-min), yakni lebih berhak memelihara anak-anak kaum Mukminin.”
Min aηfusihim (daripada diri mereka sendiri), sesudah mereka (orang tua) mati. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Saw., “Barangsiapa yang meninggal dan meninggalkan beban, maka (bebannya) akan menjadi bebanku, jika meninggal-kan utang, maka akan menjadi utangku, tetapi apabila meningalkan harta, maka untuk ahli warisnya.”
Wa azwājuhū (dan istri-istrinya), yakni istri-istri Nabi.
Ummahātuhum (adalah ibu-ibu mereka), yakni seperti ibu-ibu mereka dalam hal kehormatannya.
Wa ulul arhāmi (dan orang-orang yang punya hubungan darah), yakni yang punya hubungan kekerabatan dari segi nasab.
Ba‘dluhum aulā (sebagian mereka lebih utama), yakni lebih berhak.
Bi ba‘dlin (atas sebagian lainnya) dalam hal waris.
Fī kitābillāhi (di dalam Kitab Allah), yakni begitulah termaktub di Lauh Mahfuzh. Ada yang berpendapat, di dalam Taurat. Dan ada juga yang berpendapat, di dalam al-Quran.
Minal mu’minīna wal muhājirīna illā aη taf‘alū ilā auliyā-ikum (daripada orang-orang Mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kalian kepada saudara-saudara kalian) yang seagama atau teman-teman kalian.
Ma‘rūfā (mau berbuat baik), yakni berwasiat sepertiga.
Kāna dzālika (hal itu), yakni warisan bagi kerabat dan wasiat bagi saudara-saudara seagama.
Fil kitābi masthūrā (tertulis di dalam al-Kitab), yakni termaktub di dalam Lauh Mahfuzh. Menurut yang lain, termaktub di dalam Taurat dan diamalkan oleh Bani Israil.
3.      QS. Al-Anfal (8): 75 (Hubungan kerabat karena sesama hijrah pada permulaan pengembangan Islam, meskipun tidak ada hubungan darah)
وَالَّذِينَ آمَنُواْ مِن بَعْدُ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ مَعَكُمْ فَأُوْلَـئِكَ مِنكُمْ وَأُوْلُواْ الأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللّهِ إِنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ -٧٥-
“Dan orang-orang yang beriman sesudahnya, kemudian berhijrah dan berjihad bersama kalian, maka mereka itu termasuk di antara kalian juga. Dan orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan, sebagiannya lebih berhak terhadap sebagian lainnya di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Wal ladzīna āmanū (dan orang-orang yang beriman) kepada Nabi Muhammad saw. dan al-Quran.
Mim ba‘du (sesudahnya), yakni sesudah kaum Muhajirin yang pertama.
Wa hājarū (kemudian berhijrah) dari Mekah ke Medinah.
Wa jāhadū ma‘ākum (dan berjihad bersama kalian) melawan musuh.
Fa ulā-ika mingkum (maka mereka itu termasuk di antara kalian juga), yakni bersama kalian, baik secara tersembunyi maupun terang-terangan.
Wa ūlul arhāmi (dan orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan), yakni orang-orang yang memiliki pertalian nasab, dari yang paling dekat dan seterusnya.
Ba‘dluhum aulā bi ba‘dlin (sebagiannya lebih berhak terhadap sebagian lainnya) dalam hal waris.
Fī kitābillāhi (di dalam Kitab Allah), yakni dalam Lauhul Mahfuzh.
Innallāha bi kulli syai-in (sesungguhnya Allah, terhadap segala sesuatu), termasuk pembagian waris, perdamaian, dan lain-lain.
‘Alīm (Maha Mengetahui), yakni Dia Mengetahui kelakuan kaum musyrikin yang telah melanggar janji dan lebih Mengetahui segala rahasia Kitab-Nya.
Share on Google Plus

About Fahrullah

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

1 komentar:

  1. Goldenet man titanium bracelet - etch-en-trat - iTaniumART
    Goldenet man titanium bracelet (2nd titanium watch edition, 2014) by etch-en-trat - 3D printing, titanium bars with race tech titanium 2D models, titanium rings for men custom printed designs, and the best results. titanium daith jewelry

    BalasHapus