Pembagian Ahli Waris Dalam Islam
Ahli waris adalah seseorang atau
beberapa orang yang hendak mendapat bagian dari harta peninggalan. Secara garis
besar, golongan ahli waris di dalam Islam dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga)
golongan, yaitu:
1.
“Dzul faraaidh” (ذول
فرائض) yaitu Ahli waris yang sudah ditentukan dalam Al-Qur’an.
2.
“Ashabah” (اصبة)
yaitu ahli waris yang ditarik dari garis ayah.
3.
“Dzul arhaam(ذول ارحام)
yaitu ahli waris menurut garis ibu.
1)
Dzul faraaidh” (ذول
فرائض).
“Yaitu ahli waris yang sudah ditentukan dalam Al-Qur’an, yakni ahli
waris langsung yang mesti selalu mendapat bagian tetap tertentu yang tidak
berubah-ubah.”[1]
Adapun rincian masing-masing ahli waris Dzul faraaidh” (ذول فرائض) ini dalam Al-Qur’an tertera dalam Q.S.
An-Nisa ayat 11, 12 dan 176 yang dielaborasi secara akademik oleh Th. N.
Juynboll dalam bukunya Henleiding tot de kennis van den Mohammedaansche
School. Sementara itu, Komar Andasasmita, dengan mengutip buku karya
Juynboll di atas, menguraikan jumlah ahli waris berdasarkan Al-Qur’an yang terdiri
atas dua belas jenis, yaitu:
1)
Dalam garis ke bawah :
1.
(1) anak perempuan
2.
(2) anak perempuan dari anak laki-laki (QS. IV
: 11)
2)
Dalam garis ke atas :
3.
(1) ayah
4.
(2) ibu
5.
(3) kakek dari garis ayah
6.
(4) nenek, baik dari garis ayah maupun dari
garis ibu (QS. IV : 11)
3)
Dalam garis ke samping :
7.
(1) saudari yang seayah dan seibu
8.
(2) saudari tiri dari garis ayah (QS. IV : 176)
9.
(3) saudara tiri dari garis ibu (QS. IV : 12)
10.
(4) saudari tiri dari garis ibu (QS. IV : 12)
4)
11. Duda
5)
12. Janda
2)
Ashabah” (اصبة)
Ashabah” (اصبة)
dalam Bahasa Arab berarti “Anak lelaki dan kaum kerabat dari pihak bapak.”[2]
Ashabah” (اصبة) menurut ajaran
kewarisan patrilineal Syafi’I adalah golongan ahli waris yang mendapat bagian
terbuka atau bagian sisa. Jadi bagian ahli waris yang terlebih dahulu
dikeluarkan adalah Dzul faraaidh” (ذول فرائض),
sebagaimana yang telah disebutkan di atas, setelah itu sisanya baru diberikan
kepada Ashabah. Dengan demikian, apabila ada pewaris yang meninggal tapi
tidak meninggalkan ahli waris Dzul faraaidh, maka harta peninggalan
diwarisi oleh ahli waris ashabah. Akan tetapi jika ahli waris Dzul
faraaidh itu ada, maka sisa bagian Dzul faraaidh menjadi bagian ahli
waris ashabah.
Ahli waris ashabah ini menurut pembagian Hazairin dalam
bukunya “Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Qur’an,” dinamakan ahli waris
bukan Dzul faraaidh, yang kemudian beliau membagi ahli waris ashabah
menjadi tiga golongan yaitu:
1.
Ashabah binafsih
2.
Ashabah bilghairi
3.
Ashabah ma’al ghairi.
Ashabah- ashabah tersebut menurut M. Ali Hasan dalam bukunya “Hukum Warisan Dalam
Islam”[3]
terdiri atas:
1.
Ashabah binafsih
Ashabah binafsih yaitu ashabah-ashabah yang
berhak mendapat semua harta atau semua sisa, yang urutannya sebagai berikut:
1)
Anak laki-laki;
2)
Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus
kebawah, asal saja pertaliannya masih terus laki-laki;
3)
Ayah;
4)
Kakek dari pihak ayah dan seterusnya ke atas,
asal saja pertaliannya belum putus dari pihak ayah;
5)
Saudara laki-laki kandung;
6)
Saudara laki-laki seayah;
7)
Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung;
8)
Anak laki-laki saudara laki-laki seayah;
9)
Paman yang sekamdung dengan ayah;
10)
Paman yang seayah dengan ayah
11)
Anak laki-laki paman yang sekandung dengan
ayah;
12)
Anak laki-laki paman yang seayah dengan ayah.
2.
Ashabah bilghairi
Yaitu ashabah dengan sebab orang
lain, yakni seorang wanita yang menjadi ashabah karena ditarik oleh seorang
laki-laki, mereka yang termasuk ashabah bilghairi ini adalah sebagai berikut:
1.
Anak perempuan yang didampingi anak laki-laki,
dan
2.
Saudara perempuan yang didampingi saudara
laki-laki.
3.
Ashabah ma’al ghairi.
Yakni saudara perempuan yang mewaris
bersama keturunan dari pewaris, mereka itu adalah:
1.
Saudara perempuan sekandung, dan
2.
Saudara perempuan seayah.
3)
Dzul arhaam.
Arti kata Dul arhaam” (ذول ارحام),
adalah “orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris melalui pihak wanita
saja”. Hazairin dalam bukunya Hukum Kewarisan Bilateral memberikan perincian
mengenai Dul arhaam, yaitu: semua orang yang bukan dzul faraaidh
dan ashabah, umumnya terdiri atas orang yang termasuk anggota-anggota
keluarga patrilineal pihak menantu laki-laki atau anggota-anggota keluarga
pihak ayah dan ibu.
Sayuti Thalib dalam bukunya menguraikan pula tentang dzul arhaam,
antara lain cucu melalui anak perempuan, menurut kewarisan patrilineal tidak
menempati tempat anak, tetapi diberi kedudukan sendiri dengan sebutan dzul
arhaam atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris, tetapi
telah agak jauh. Akibat dari pengertian ini, maka dzul arhaam mmewaris
juga, tetapi telah agak di belakang. Artinya, dzul arhaam akan mewaris
kalau sudah tidak ada dzul faraaidh dan tidak ada pula ashabah.
Selain cucu melalui anak perempuan, yang dapat digolongkan sebagai dzul
arhaam adalah anggota keluarga yang penghubungnya kepada keluarga itu
seorang wanita.
Dzul faraaidh
|
1)Dalam garis ke bawah
|
1. anak perempuan
|
2. anak perempuan dari anak laki-laki
|
||
2) Dalam garis ke atas
|
3. ayah
|
|
4. ibu
|
||
5. kakek dari garis ayah
|
||
6. nenek, baik dari garis ayah maupun dari garis ibu
|
||
3) Dalam garis ke samping
|
7. saudari yang seayah dan seibu
|
|
8. saudari tiri dari garis ayah
|
||
9. saudara tiri dari garis ibu
|
||
10. saudari tiri dari garis ibu
|
||
|
11. Janda
|
|
12. Duda
|
||
Ashabah
|
1. Ashabah binafsih
|
1.Anak laki-laki;
|
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus kebawah,
|
||
3. Ayah;
|
||
4. Kakek dari pihak ayah dan seterusnya ke atas,
|
||
5. Saudara laki-laki kandung;
|
||
6. Saudara laki-laki seayah;
|
||
7. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung;
|
||
8. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
|
||
9. Paman yang sekandung dengan ayah;
|
||
10. Paman yang seayah dengan ayah
|
||
11. Anak laki-laki paman yang sekandung dengan ayah;
|
||
12. Anak laki-laki paman yang seayah dengan ayah
|
||
2. Ashabah bilghairi
|
1.Anak perempuan yang didampingi anak laki-laki,
|
|
2. Saudara perempuan yang didampingi saudara laki-laki.
|
||
3. Ashabah ma’al ghairi.
|
1. Saudara perempuan sekandung
|
|
2. Saudara perempuan seayah.
|
||
Dzul arhaam
|
1. cucu melalui anak perempuan
|
|
2. anggota keluarga yang penghubungnya kepada keluarga itu
seorang wanita
|
|
0 komentar:
Posting Komentar