Perkataan
“Hukum Perdata” dalam arti yang luas, meliputi semua hukum
“privat materiil”, yaitu segala hukum pokok yang mengatur
kepentingan-kepentingan perseorangan. Perkataan “perdata” juga
lazim dipakai sebagai lawan dari “pidana”. Selain itu, ada juga
orang yang memakai perkataan “hukum sipil” untuk hukum privat
materiil itu, tetapi karena perkataan “sipil” itu juga lazim
dipakai sebagai lawan dari “militer”, maka lebih baik menurut
Subekti penyebutan hukum privat materiil memakai istilah “Hukum
Perdata” untuk segenap peraturan hukum privat materiil.
Perkataan
“Hukum Perdata”, adakalanya dipakai dalam arti yang sempit,
sebagai lawan “hukum dagang”, seperti pada Pasal 102 UUDS 1950,
yang menitahkan pembukuan atau kodifikasi hukum di negara kita ini
terhadap hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun
hukum pidana militer, hukum acara perdata dan hukum acara pidana, dan
susunan serta kekuasaan pengadilan. Oleh sebab itu, sebenarnya kalau
dilihat dari skematik lama, yang dimaksud dengan hukum perdata itu
terdiri dari hukum sipil dan hukum dagang, meskipun anggapan ini
kurang dapat memberikan suatu kesatuan system kaidah keperdataan,
karena pembagian itu hanya berdasar kepada pembagian undang-undang
hukum perdata Belanda sebagai akibat dari sejarah
pengkodifikasiannya.
Dengan
demikian yang dimaksud dengan hukum perdata ialah, “hukum yang
memuat semua peraturan-peraturan, yang meliputi hubungan-hubungan
antara orang yang sati dengan orang yang lainnya di dalam masyarakat
(kadang-kadang antara masyarakat dengan pemerintah), dengan menitik
beratkan kepada kepentingan perseorangan”.
Dimana
di dalam masyarakat, tiap-tiap orang mempunyai kepentingan
sendiri-sendiri, yang tidak hanya bersamaan atau berlainan saja,
tetapi kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Maka hukum
perdatalah yang mengatur agar setiap orang dalam hubungan dan
pergaulan dari masyarakat saling menghormati hak-hak dan
kewajiban-kewajiban sehingga terjadi keseimbangan kepentingan.
0 komentar:
Posting Komentar